Monday, October 21, 2013

makalah etika bisnis : etika islam dalam produksi


Kata Pengantar
Assalamualaikumwr.wb
Alhamdulillahirabbila’lamin……
 Puji  dan syukur marilah senantiasa kita panjatkan kehadirat allah swt.Berkat rahmat dan karunia-Nyalah kita bisa melaksanakan berbagai aktifitas sebagaimana mestinya. Tak lupa shalawat dan salam marilah kita panjatkan ke-hadirat Nabi kita Rasulullah Muhammad SAW. Yang telah memberikan kita jalan kebenaran dengan menapaki indahnya ajaran islam. Dan terimakasih banyak kami ucapkan kepada pihak-pihak yang telah mendukung atas tersusunnya makalah dengan judul “Etika Islam DalamProduksi”ini.
Banyak hal yang menjadi sorotan dunia islam mengenai etika produksi, akan tetapi hanya sebagian kecil orang yang memahami akan hal tersebut, karena pengalaman dan pemahaman yang berbeda dalam menafsirkan keadaan, dan tidak jarang orang yang tidak mengetahui bagaimana pandangan islam mengenai produksi. Oleh karena itu kami menyusun makalah ini dengan tujuan untuk sedikit memaparkan bagaimana etika islam dalam produksi itu sendiri, berbagai macam permasalahannya, dan aplikasinya dalam kancah bisnis masyarakat.
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas kuliah Etika Bisnis Islam yang diberikan oleh dosen pengampu, agar dapat digunakan sebagai referensi diskusi di kelas. dan sebagai salah satu sarana dalam penilaian mata kuliah.
Kami menyadari masih banyak kekurangan dan kesalahan dalam menyusun makalah ini, untuk itu kami harap saran dan kritik yang membangun guna tersusunnya makalah yang lebih sempurna.Wassalamualaikumwr.wb
                                                         
                                                         
                                                                                                            Penyusun



DAFTAR ISI

1.      Kata Pengantar………………………………………………………………………1
2.      Daftar Isi…………………………………………………………………………….2
BAB I      Pendahuluan
A.    Latar Belakang…………………………………………………………………..3
B.     Rumusan Masalah……………………………………………………………….3
BAB II     Pembahasan
a)      Etika Produksi……………………………………………………………………..5
b)      Pengertian Produksi………………………………………………………………..6
c)      Etika Islam dalam Produksi………………………………………………………..7
d)     Nilai dan Moral dalam Produksi…………………………………………………...8
e)      Faktor Produksi…………………………………………………………………….9
f)       Tujuan Produksi……………………………………………………………………12


BAB III Penutup
A.    Kesimpulan……………………………………………………………………14
B.     Daftar Pustaka…………………………………………………………………14






BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang

Setiap manusia memerlukan harta untuk mencukupi segala kebutuhan hidupnya.Karenanya, manusia akan selalu berusaha memperoleh harta kekayaan itu. Salah satu usaha untuk memperolehnya adalah dengan bekerja.Sedangkan salah satu dari bentuk bekerja adalah berdagang atau berbisnis. Kegiatan penting dalam muamalah yang paling banyak dilakukan oleh manusia setiap saat adalah kegiatan bisnis. Dalam kamus bahasa Indonesia  bisnis diartikan sebagai usaha dagang, usaha komersial di dunia perdagangan dan bidang usaha.
Salah satu unsure dalam berbisnis  itu ialah produksi, para ekonom mendefinisikan produksi sebagai menghasilkan kekayaan melalui eksploitasi manusia terhadap sumber-sumber kekayaan lingkungan.Bila diartikan secara konvensional, produksi adalah proses menghasilkan atau menambah nilai guna suatu barang atau jasa dengan menggunakan sumber yang ada. Produksi tidak berarti menciptakan secara fisik sesuatu yang tidak ada, karena tidak seorang pun yang dapat menciptakan benda.Oleh karenanya, dalam pengertian ahli ekonomi, yang dapat dikerjakan manusia hanyalah membuat barang-barang menjadi berguna, disebut “dihasilkan ”. produksi bisa ditinjau dari dua aspek, yaitu kajian positif terhadap hukum-hukum benda dan hokum-hukum ekonomi yang menentukan fungsi produksi, dan kajian normatif  yang membahas dorongan-dorongan dan tujuan produksi.  

B.     Rumusan Masalah
Dari paparan latar belakang diatas, maka untuk lebih jelas dalam pembahasan kami rumuskan berbagai permasalahan sebagai berikut :
1.      Bagaimana arti produksi dalam islam?
2.      Apakah unsur-unsur produksi itu?
3.      Bagaimana prinsip islam dalam system produksi.?
4.      Bagaimana ketentuan – ketentuan islam dalam memandang prilaku produksi?
5.      Dan apakah tujuan dari diadakannya produksi tersebut?





BAB II
PEMBAHASAN
A.  Etika Produksi
Parameter kepuasan islam bukan hanya terbatas pada aspek material lahiriyah atau harta benda konkrit keduniawan tapi juga tergantung pada sesuatu yang bersifat abstrak, jiwa dan spiritual, seperti iman, dan amal shaleh yang dilakukan manusia. Atau dengan kata lain, bahwa kepuasan dapat timbul dan dirasakan oleh seorang manusia muslim ketika harapan mendapat pahala dari Allah SWT atau mendapat ridho Allah SWT.
Pandangan ini tersirat dari bahasan ekonomi yang dilakukan oleh Hasan Al Banna. Beliau mengutip firman Allah SWT yang mengatakan: “Tidakkah kamu perhatikan sesungguhnya Allah SWT telah menundukkan untuk (kepentingan)mu apa yang di langit dan apa yang di bumi dan menyempurnakan untukmu nikmat-Nya lahir dan bathin.” (QS. Lukman: 20)
Semua sumberdaya yang terdapat di langit dan di bumi disediakan Allah SWT untuk kebutuhan manusia, agar manusia dapat menikmatinya secara sempurna, lahir dan batin, material dan spiritual. Apa yang diungkapkan oleh Hasan Al Banna ini semakin menegaskan bahwa ruang lingkup keilmuan ekonomi islam lebih luas dibandingkan dengan ekonomi konvensional. Ekonomi islam bukan hanya berbicara tentang pemuasan materi yang bersifat fisik, tapi juga berbicara cukup luas tentang pemuasan materi yang bersifat abstrak, pemuasan yang lebih berkaitan dengan posisi manusia sebagai hamba Allah SWT.
Al-Qur’an juga telah memberikan tuntunan visi bisnis yang jelas yaitu visi bisnis masa depan yang bukan semata-mata mencari keuntungan sesaat tetapi “merugikan”, melainkan mencari keuntungan yang secara hakikat baik dan berakibat baik pula bagi kesudahannya (pengaruhnya). Salah satu aktifitas bisnis dalam hidup ini adalah adanya aktifitas produksi.[1]


B. Pengertian Produksi
Dr. Muhammad Rawwas Qalahji memberikan padanan kata “produksi” dalam bahasa Arab dengan kata al-intaj yang secara harfiyah dimaknai dengan ijadu sil’atin (mewujudkan atau mengadakan sesuatu) atau khidmatu mu’ayyanatin bi istikhdami muzayyajin min ‘anashir alintaj dhamina itharu zamanin muhaddadin (pelayanan jasa yang jelas dengan menuntut adanya bantuan pengabungan unsur-unsur produksi yang terbingkai dalam waktu yang terbatas).[2]
Produksi menurut Kahf mendefinisikan kegiatan produksi dalam perspektif islam sebagai usaha manusia untuk memperbaiki tidak hanya kondisi fisik materialnya, tetapi juga moralitas, sebagai sarana untuk mencapai tujuan hidup sebagaimana digariskan dalam agama islam, yaitu kebahagiaan dunia dan akhirat.
Dari dua pengertian diatas produksi dimaksudkan untuk mewujudkan suatu barang dan jasa yang digunakan tidak hanya untuk kebutuhan fisik tetapi juga untuk memenuhi kebutuhan non fisik, dalam artian yang lain produksi dimaksudkan untuk menciptakan mashlahah bukan hanya menciptakan materi.
Produksi adalah menciptakan manfaat dan bukan menciptakan materi. Maksudnya adalah bahwa manusia mengolah materi itu untuk mencukupi berbagai kebutuhannya, sehingga materi itu mempunyai kemanfaatan. Apa yang bisa dilakukan manusia dalam “memproduksi” tidak sampai pada merubah substansi benda. Yang dapat dilakukan manusia berkisar pada misalnya mengambilnya dari tempat yang asli dan mengeluarkan atau mengeksploitasi (ekstraktif).  
Memindahkannya dari tempat yang tidak membutuhkan ke tempat yang membutuhkannya, atau menjaganya dengan cara menyimpan agar bisa dimanfaatkan di masa yang akan datang atau mengolahnya dengan memasukkan bahan-bahan tertentu, menutupi kebutuhan tertentu, atau mengubahnya dari satu bentuk menjadi bentuk yang lainnya dengan melakukan sterilisasi, pemintalan, pengukiran, atau penggilingan, dan sebagainya. Atau mencampurnya dengan cara tertentu agar menjadi sesuatu yang baru.
Pada masa Rasulullah, orang-orang biasa memproduksi barang, dan beliau pun mendiamkannya, sehingga, diamnya beliau menunjukan adanya pengakuan beliau terhadap aktivitas berproduksi mereka. Aspek produksi yang berorientasi pada jangka panjang adalah sebuah paradigm berfikir yang didasarkan pada ajaran islam yang melihat,bahwa proses produksi dapat menjangkau makna yang lebih luas, tidak hanya pencapaian aspek yang bersifat materi keduniaan, tetapi sampai menembus batas cakrawala yang bersifat keakhiratan.
C.  Etika Islam dalam Produksi

Jika kita bicara tentang nilai dan ahlak dalam ekonomi dan muamalah, maka tampak secara jelas dihadapan kita empat nilai utama,yaitu (1) rabbaniyah (2) akhlak (3) kemanusiaan dan (4) pertengahan. Nilai –nilai ini menggambarkan kekhasan yang utama bagi ekonomi islam, bahkan dalam kenyataanya merupakan kekhasan yang bersifat menyeluruh yang Nampak jelas pada segala sesuatu yang berlandaskan ajaran islam. Makna dan nilai-nilai pokok yang empat ini memiliki cabang, buah dan dampak bagi seluruh segi ekonomi dan muamalah islamiyahdi bidang harta berupa produksi, konsumsi, sirkulasi,dan distribusi.
Raafik Isa Beekun dalam bukunya menyebutkan, paling tidak ada sejumlah parameter kunci system etika islam yang dapat dirangkum, seperti: (a) berbagai tindakan ataupun keputusan disebut etis bergantung niat individu yang melakukannya. Allah maha kuasa mengetahui apapun niat kita sepenuhnya secara sempurna; (b) niat baik diikuti tindakan yang baik dan dihitung sebagai ibadah. Niat yang halal tidak dapat mengubah tindakan yang haramm menjadi halal (c) islam memberikan kebebasan kepada individu untuk percaya dan bertindak berdasakan apapun keinginannya; (d) percaya kepada allah member individu kebebasan sepenuhnya dari hal apapun kecuali Alah; (e) keputusan yang menguntungkan kelompok mayoritas ataupun minoritas secara langsung bersifat etis dalam dirinya; (f) islam mempergunakan pendekatan terbuka terhadap etika, bukan sebagai sistem tertutup, dan berorientasi diri sendiri. Egoism tidak mendapat tempat dalam ajaran Islam; (g) keputusan etis harus didasarkan pada pembacaan secara bersama antara al-qur’an dan alam semesta; (h) tidak seperti system etika yang diyakini banyak agama lain, islam mendorong umat manusia untuk melaksanakan tazkiyah melalui partisipasi aktip dalam kehidupan ini. Dengan berprilaku secara etis di tengah godaan ujian dunia, kaum muslim harus mampu membuktikan ketaatannya kepada Allah.[3]


D.        Nilai Dan Moral Dalam Produksi
Sebagian penulis system ekonomi islam mengatakan bahwa sesungguhnya islam memusatkan perhatiannya pada pendistribusian harta, bukan pada produksi dan perkembangannya. Ekonomi islam menekannkan pada pembagian kekayaan secara adil dan tidak memiliki hubungan sama sekali. Jika yang dimaksud dengan produksi adalah cara dan alat serta  metode,maka pernyataan ini bisa diterima. akan tetapi jika berkaitan dengan tujuan, niai dan aturan berproduksi, maka tidak diragukan lagi bahwa pemahaman ini adalah keliru. Karena itu masalah ini harus dijelaskan agar difahami rambu-rambunya.[4]
Nilai dan norma dalam berproduksi, sejak dari kegiatan mengorganisasi factor  produksi, proses produksi hingga pemasaran dan pelayanan kepada konsumen , semuanya harus mengikuti moralitas islam. Metwally (1992) mengatakan bahwa perbedaan dari perusahaan-perusahaan non islami tak hanya pada tujuannya, tetapi juga pada kebijakan- kebijakan ekonomi dan stragtegi pasarnya. Produksi barang dan jasa yang dapat merusak moralitas dan menjauhkan manusia dari nilai-nilai religious tidak akan diperbolehkan. Terdapat lima jenis kebutuhan yang dipandang bermanfaat untuk mendapat falah, yaitu: 1. Kehidupan, 2. Harta 3. Kebenaran 4. Ilmu pengetahuan 5. Kelangsungan keturunan. Selain itu, Islam juga mengajarkan adanya skala prioritas(dharuriyah,hajjiyah,dan tahsiniyah) dalam pemenuhan kebutuhan konsumsi serta melarang sikap berlebihan. Larangan ini juga berlaku bagi segala mata rantai dalam produksinya. jika kita renungkan didalam al-quran, maka kita akana mendapatkan bahwa allah menganjurkan kepada kita untuk menggunakan sumber kekayaan alam. Yusuf Qardawi paling tidak membagi pembahasan mengenai norma menjadi beberapa pembahasan yaitu: (1). Hewan (2) tumbuh-tumbuhan (3) kekayaan laut (4) kekayaan tambang (5) matahari dan bulan. Semua itu diciptakan untuk diambil manfaatnya oleh umat manusia.[5]



E.  Faktor Produksi
Faktor-faktor produksi merupakan instrumen kegiatan produksi yang disediakan alam atau diciptakan manusia untuk dipergunakan dalam memproduksi barang dan jasa. Faktor produksi disebut masukan yang secara umum terbagi dua yaitu faktor produksi yang tersedia secara asali dan faktor produksi yang diciptakan manusia.
Ketersediaan faktor produksi tidak sama dalam setiap wilayah. Hal ini menimbulkan kesenjangan ekonomi, dan kemiskinan yang akan menghantui negara dengan sumber daya alam berlimpah, tetapi belum bermanfaat. Pembahasan faktor produksi dalam Islam sangat variatif karena al-Qur’an dan as-Sunnah tidak menyajikannya secara eksplisit.
Dengan melihat perkembangan kegiatan produksi yang semakin kompleks maka pembahasan ini mengkategorikan faktor produksi dalam empat kriteria yaitu sumber daya alam, sumber daya manusia, modal, dan institusi. Maksud kategorisasi adalah ketersalinggantungan antar faktor produksi. Misalnya wilayah dengan sumber daya alam potensial belum tentu mampu mengelola kekayaannya jika tidak memiliki modal finansial. Juga kalau keberadaan institusi tidak mampu mengelola dan mendistribusikan.
Sumber daya alam disediakan bagi umat manusia harus mampu difungksikan secara maksimal agar berguna. Dalam kegiatan produksi Islam, keberadaan faktor produksi di atas karena keagungan statusnya sebagai hamba Allah dan khalifah-Nya di muka bumi. Sebagai salah satu faktor produksi, sumber daya alam menyediakan instrumen bagi manusia untuk meningkatkan kapasitas produksinya. Di samping itu, kekayaan alam memberikan pengajaran tentang kebesaran Allah swt dan kewajiban manusia untuk memanfaatkan dan mengalokasikannya secara adil.
Suruhan moral dalam memperlakukan sumber daya alam adalah Memakmurkan sumber daya alam. Memakmurkan sumber daya alam merupakan kewajiban manusia (QS. Hud: 61).
Larangan untuk merusak sumber daya alam. Larangan merusak sumber daya alam sebagai sumber kehidupan disebutkan Allah dalam QS. Al-Qashash ayat 77.
Begitu juga dengan sumber daya manusia yang dituntut untuk meningkatkan kapasitas dan kemampuannya dalam  pekerjaan. Dengan  demikian, pemilihan tenaga kerja yang handal dan profesional menjadi kriteria utama. Fazlur Rahman menyebutkan klasifikasi ini, yaitu:    Berdasarkan keahlian dan ketrampilannya. Islam menjunjung tinggi nilai kerja dan output maksimal, sehingga kaum muslimin dituntut untuk belajar dan menekuni berbagai keahlian dan ketrampilan Kesehatan fisik dan moral. Kekuatan fisik dan kejujuran merupakan kriteria pekerja yang handal dalam Islam.Akal pikiran yang baik. Akal pikiran yang baik (good personality) dibutuhkan untuk menggagas, inovasi, menilai mekanisme, dan hasil kerja dalam pekerjaan.Pendidikan dan pelatihan. Meningkatkan kualitas kerja secara kolektif dilakukan dengan serangkaian program pendidikan dan pelatihan.[6]
Suruhan moral dalam mendayagunakan potensi sumber daya manusia dalam Islam adalah: Manusia menjadi faktor penting kegiatan produksi. Keberadaannya selain sebagai produsen juga menjadi penikmat hasil produksi.
    Aktualisasi kemampuan dan keahlan manusia dalam kegiatan produksi sangat penting karena statusnya sebagai pengelola sumber daya ekonomi yang disebutkan al-Qur’an sebagai ‘abd dan khalifah fi al-ardh.
    Senantiasa memperbaharui dan meningkatkan kemampuannya untuk beradaptasi dengan lingkungan sosial.Masyarakat Islam berkerja sama meningkatkan kapasitas dan etos kerja manusinya dalam rangka meningkatkan taraf kehidupan.
Modal berkaitan dengan alat produksi yang dibutuhkan untuk membantu memproduksi barang dan jasa yang lain. Modal biasanya dibagi menjadi modal tetap dan modal gerak. Islam melihat modal yang dimiliki seseorang merupakan pendapatan individu atau masyarakat di luar pengeluarannya. Jika modal dimiliki masyarakat maka berkaitan dengan harta benda yang bernilai dan dimiliki secara kolektif. Adapun modal individu adalah harta yang dimiliki seseorang dengan harapan memberikan penghasilan dan nilai tambah.

Ada beberapa mekanisme untuk mengakumulasi modal bagi masyarakat Islam, 1). Zakat, 2). Transaksi mudharabah, 3). Kemitraan musyarakah, 4). Transaksi ijarah, 5). Transaksi murabahah, 6). Transaksi istishna, 7). Qardhul hasan, 8). Transaksi muzara’ah, dan 10). Pasar modal syaria’ah.

Suruhan moral dalam mencari dan mendayagunakan modal dalam Islam, sebagai berikut:
Ø  Sebagai faktor produksi, keberadaan modal harus halal dan baik di mana cara perolehan dan penggunaannya mengikuti nilai-nilai syariat Islam
Ø  Islam mengenal distribusi modal melalui jalur kerja sama antara masyarakat Islam baik dalam kegiatan bisnis, pertanian, perdagangan, dan sebagainya.
Ø  Modal finansial dapat diakumulasikan melalui lembaga keuangan dan instrumen zakat dalam rangka menggali potensial ekonomi masyarakat.

Sebagai faktor penting dalam produksi, institusi berfungsi sebagai wadah kerja sama untuk menghasilkan barang kebutuhan, memobilisir pertumbuhan ekonomi masyarakat dan peningkatan kualitas hidup manusia. Pengembangannya tidak terlepas dari sistem managerial internal dan output-nya dalam konteks sosial kemasyarakatan. Output institusi adalah kebutuhan sosial yang sesuai dengan tujuannya berdasarkan kriteria etika dan moral organisasi. Atas dasar itu, institusi dalam Islam memilliki ciri, sebagai berikut.

Ø  Kekuatan yang menggerakkannya adalah kerja sama di mana investasi dan akumulasi modal berdasarkan persekutuan usaha. Basis kegiatan produksi didasarkan pada ekuitas bukan pinjaman.
Ø  Memperhatikan faktor manusia sebagai human capital. Institusi dalam Islam merupakan manifestasi keinginan bersma untuk mengaktualisasikan dirinya secara kolektif dengan tujuan syariah.
Ø  Menekankan integritas moral dalam operasional institusi.
Ø  Menekankan peningkatan kualitas sumber daya manusia sejalan dengan maksimalisasi profit dan benefit.

Ø  Suruhan moral memaksimalkan potensi institusi dalam Islam, sebagai berikut:

Ø  Suruhan bekerja sama dalam manajemen yang rapi dan profesional serta dalam mekanisme kemitraan institusi untuk saling meningkatkan kapasitas personalnya.
Ø  Institusi dalam Islam memiliki tanggung jawab pengabdian pada Tuhan dengan menggungkan status dan keluhuran martabat manusia dalam mengimplementasikan visi, misi dan program institusi tersebut.
Ø  Institusi memiliki tanggung jawab sosial terhadap masyarakat untuk memajukan dan mencerdaskan masyarakat tersebut[7]

F. Tujuan Produksi
Tujuan Produksi Dalam konsep ekonomi konvensional (kapitalis) produksi dimaksudkan untuk memperoleh laba sebesar besarnya, berbeda dengan tujuan produksi dalam ekonomi islam, tujuan produksi dalam islam yaitu memberikan Mashlahah yang maksimum bagi konsumen. Di samping itu, menurut Islam tujuan produksi secara umum adalah untuk mencapai fallah (kebahagiaan, kesejahteraan) hakiki yaitu: 1. Memenuhi kewajiban sebagai khalifah di bumi, beribadah kepada Allah dan untuk menjalankan fungsi sosial. 2. Untuk memenuhi kebutuhan hidup pribadi dan keluarga. 3. Sarana untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan barang dan jasa secara umum. 4. Sebagai persediaan untuk generasi yang akan datang. Walaupun dalam ekonomi islam tujuan utamannya adalah memaksimalkan mashlahah, memperoleh laba tidaklah dilarang selama berada dalam bingkai tujuan dan hukum islam.
Dalam konsep mashlahah dirumuskan dengan keuntungan ditambah dengan berkah. Keuntungan bagi seorang produsen biasannya adalah laba (profit), yang diperoleh setelah dikurangi oleh faktor-faktor produksi. Sedangkan berkah berwujud segala hal yang memberikan kebaikan dan manfaat bagi produsen sendiri dan manusia secara keseluruhan. Keberkahan ini dapat dicapai jika produsen menerapkan prinsip dan nilai islam dalam kegiatan produksinnya. Dalam upaya mencari berkah dalam jangka pendek akan menurunkan keuntungan (karena adannya biaya berkah), tetapi dalam jangka panjang kemungkinan justru akan meningkatkan keuntungan, kerena meningkatnya permintaan . Berkah merupakan komponen penting dalam mashlahah.
 Oleh karena itu, bagaimanapun dan seperti apapun pengklasifikasiannya, berkah harus dimasukkan dalam input produksi, sebab berkah mempunyai nyata dalam membentuk output. Berkah yang dimasukkan dalam input produksi meliputi bahan baku yang dipergunakan untuk proses produksi harus memiliki kebaikan dan manfaat baik dimasa sekarang maupun dimasa mendatang. Penggunaan bahan baku yang ilegal (tanpa izin) baik itu dari hasil illegal logging, maupun penggunaan bahan baku yang tanpa batas dalam penggunaannya dalam jangka waktu pendek mungkin akan memiliki nilai manfaat yang baik(pendistribusian baik), tetapi dalam jangka waktu panjang akan menimbulkan masalah. Sebagai contoh penggunaan bahan baku dari ilegal logging dalam jangka panjang akan menimbulkan berbagai bencana, dan akan memberikan nilai mudharat kepada para penerus atau generasi selanjutnya.

























BAB III
PENUTUP
A.  Kesimpulan
Produksi adalah menciptakan manfaat dan bukan menciptakan materi. Maksudnya adalah bahwa manusia mengolah materi itu untuk mencukupi berbagai kebutuhannya, sehingga materi itu mempunyai kemanfaatan. Apa yang bisa dilakukan manusia dalam “memproduksi” tidak sampai pada merubah substansi benda. Yang dapat dilakukan manusia berkisar pada misalnya mengambilnya dari tempat yang asli dan mengeluarkan atau mengeksploitasi (ekstraktif).
Faktor-faktor produksi merupakan instrumen kegiatan produksi yang disediakan alam atau diciptakan manusia untuk dipergunakan dalam memproduksi barang dan jasa. Faktor produksi disebut masukan yang secara umum terbagi dua yaitu faktor produksi yang tersedia secara asali dan faktor produksi yang diciptakan manusia.
Dalam konsep ekonomi konvensional (kapitalis) produksi dimaksudkan untuk memperoleh laba sebesar besarnya, berbeda dengan tujuan produksi dalam ekonomi konvensional, tujuan produksi dalam islam yaitu memberikan Mashlahah yang maksimum bagi konsumen.
Walaupun dalam ekonomi islam tujuan utamannya adalah memaksimalkan mashlahah, memperoleh laba tidaklah dilarang selama berada dalam bingkai tujuan dan hukum islam. Dalam konsep mashlahah dirumuskan dengan keuntungan ditambah dengan berkah.

B. Daftar Pustaka
Qardawi, Yusuf, Peran Nilai dan Moral dalam Perekonomian Islam, Rabbani Pers
Qardawi, Yusuf, Norma dan Etika Ekonomi Islam,Gema Insani Pers, Jakarta 1997,
Rivai, Veithzal, dkk, Islamic Business and Economic Ethics, Bumi Aksara, Jakarta 2012




[1] Islamic Business and Economic Ethics, Prof. Dr.H. Veithzal Rivai, SE.,M.M M.B.A,dkk, Bumi Aksara, hal 276
[2] Ibid hal 278
[3] Ibid hal: 280
[4] Peran nilai dan Moral dalam Perekonomian Islam, DR. Yusuf Qardawi, Rabbani Pers hal,135.
[5] Islamic Business and Economic Ethics, Prof. Dr.H. Veithzal Rivai, SE.,M.M M.B.A,dkk. Bumi Aksara, hal 282

[7] Ibid 

1 comment:

Comments system

Disqus Shortname