Kata Pengantar
Assalamualaikumwr.wb
Alhamdulillahirabbila’lamin……
Puji dan syukur marilah senantiasa kita panjatkan
kehadirat allah swt.Berkat rahmat dan karunia-Nyalah kita bisa melaksanakan
berbagai aktifitas sebagaimana mestinya. Tak lupa shalawat dan salam marilah
kita panjatkan ke-hadirat Nabi kita Rasulullah Muhammad SAW. Yang telah
memberikan kita jalan kebenaran dengan menapaki indahnya ajaran islam. Dan
terimakasih banyak kami ucapkan kepada pihak-pihak yang telah mendukung atas
tersusunnya makalah dengan judul “Etika Islam DalamProduksi”ini.
Banyak hal yang menjadi sorotan dunia islam mengenai
etika produksi, akan tetapi hanya sebagian kecil orang yang memahami akan hal
tersebut, karena pengalaman dan pemahaman yang berbeda dalam menafsirkan
keadaan, dan tidak jarang orang yang tidak mengetahui bagaimana pandangan islam
mengenai produksi. Oleh karena itu kami menyusun makalah ini dengan tujuan
untuk sedikit memaparkan bagaimana etika islam dalam produksi itu sendiri,
berbagai macam permasalahannya, dan aplikasinya dalam kancah bisnis masyarakat.
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas kuliah
Etika Bisnis Islam yang diberikan oleh dosen pengampu, agar dapat digunakan
sebagai referensi diskusi di kelas. dan sebagai salah satu sarana dalam
penilaian mata kuliah.
Kami menyadari masih banyak kekurangan dan kesalahan
dalam menyusun makalah ini, untuk itu kami harap saran dan kritik yang
membangun guna tersusunnya makalah yang lebih sempurna.Wassalamualaikumwr.wb
Penyusun
DAFTAR ISI
1. Kata Pengantar………………………………………………………………………1
2. Daftar Isi…………………………………………………………………………….2
BAB I Pendahuluan
A. Latar Belakang…………………………………………………………………..3
B. Rumusan Masalah……………………………………………………………….3
BAB II Pembahasan
a) Etika
Produksi……………………………………………………………………..5
b) Pengertian Produksi………………………………………………………………..6
c) Etika Islam dalam Produksi………………………………………………………..7
d) Nilai dan Moral dalam Produksi…………………………………………………...8
e) Faktor
Produksi…………………………………………………………………….9
f) Tujuan
Produksi……………………………………………………………………12
BAB III Penutup
A. Kesimpulan……………………………………………………………………14
B. Daftar Pustaka…………………………………………………………………14
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Setiap manusia memerlukan harta
untuk mencukupi segala kebutuhan hidupnya.Karenanya, manusia akan selalu
berusaha memperoleh harta kekayaan itu. Salah satu usaha untuk memperolehnya adalah
dengan bekerja.Sedangkan salah satu dari bentuk bekerja adalah berdagang atau
berbisnis. Kegiatan penting dalam muamalah yang paling banyak dilakukan oleh
manusia setiap saat adalah kegiatan bisnis. Dalam kamus bahasa Indonesia bisnis diartikan sebagai usaha dagang, usaha
komersial di dunia perdagangan dan bidang usaha.
Salah satu unsure dalam berbisnis itu ialah produksi, para ekonom mendefinisikan
produksi sebagai menghasilkan kekayaan melalui eksploitasi manusia terhadap sumber-sumber
kekayaan lingkungan.Bila diartikan secara konvensional, produksi adalah proses
menghasilkan atau menambah nilai guna suatu barang atau jasa dengan menggunakan
sumber yang ada. Produksi tidak berarti menciptakan secara fisik sesuatu yang
tidak ada, karena tidak seorang pun yang dapat menciptakan benda.Oleh karenanya,
dalam pengertian ahli ekonomi, yang dapat dikerjakan manusia hanyalah membuat barang-barang
menjadi berguna, disebut “dihasilkan ”. produksi bisa ditinjau dari dua aspek,
yaitu kajian positif terhadap hukum-hukum benda dan hokum-hukum ekonomi yang
menentukan fungsi produksi, dan kajian normatif
yang membahas dorongan-dorongan dan tujuan produksi.
B. Rumusan Masalah
Dari paparan latar belakang diatas, maka untuk lebih
jelas dalam pembahasan kami rumuskan berbagai permasalahan sebagai berikut :
1. Bagaimana arti produksi dalam islam?
2. Apakah unsur-unsur produksi itu?
3. Bagaimana prinsip islam dalam system
produksi.?
4. Bagaimana ketentuan – ketentuan islam
dalam memandang prilaku produksi?
5. Dan apakah tujuan dari diadakannya
produksi tersebut?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Etika
Produksi
Parameter kepuasan
islam bukan hanya terbatas pada aspek material lahiriyah atau harta benda
konkrit keduniawan tapi juga tergantung pada sesuatu yang bersifat abstrak,
jiwa dan spiritual, seperti iman, dan amal shaleh yang dilakukan manusia. Atau
dengan kata lain, bahwa kepuasan dapat timbul dan dirasakan oleh seorang
manusia muslim ketika harapan mendapat pahala dari Allah SWT atau mendapat
ridho Allah SWT.
Pandangan ini tersirat
dari bahasan ekonomi yang dilakukan oleh Hasan Al Banna. Beliau mengutip firman
Allah SWT yang mengatakan: “Tidakkah kamu perhatikan sesungguhnya Allah SWT
telah menundukkan untuk (kepentingan)mu apa yang di langit dan apa yang di bumi
dan menyempurnakan untukmu nikmat-Nya lahir dan bathin.” (QS. Lukman: 20)
Semua sumberdaya yang
terdapat di langit dan di bumi disediakan Allah SWT untuk kebutuhan manusia,
agar manusia dapat menikmatinya secara sempurna, lahir dan batin, material dan
spiritual. Apa yang diungkapkan oleh Hasan Al Banna ini semakin menegaskan
bahwa ruang lingkup keilmuan ekonomi islam lebih luas dibandingkan dengan
ekonomi konvensional. Ekonomi islam bukan hanya berbicara tentang pemuasan
materi yang bersifat fisik, tapi juga berbicara cukup luas tentang pemuasan
materi yang bersifat abstrak, pemuasan yang lebih berkaitan dengan posisi
manusia sebagai hamba Allah SWT.
Al-Qur’an juga telah
memberikan tuntunan visi bisnis yang jelas yaitu visi bisnis masa depan yang
bukan semata-mata mencari keuntungan sesaat tetapi “merugikan”, melainkan
mencari keuntungan yang secara hakikat baik dan berakibat baik pula bagi
kesudahannya (pengaruhnya). Salah satu aktifitas bisnis dalam hidup ini adalah
adanya aktifitas produksi.[1]
B.
Pengertian Produksi
Dr. Muhammad Rawwas
Qalahji memberikan padanan kata “produksi” dalam bahasa Arab dengan kata al-intaj yang secara harfiyah dimaknai
dengan ijadu sil’atin (mewujudkan atau mengadakan sesuatu) atau khidmatu
mu’ayyanatin bi istikhdami muzayyajin min ‘anashir alintaj dhamina itharu
zamanin muhaddadin (pelayanan jasa yang jelas dengan menuntut adanya bantuan
pengabungan unsur-unsur produksi yang terbingkai dalam waktu yang terbatas).[2]
Produksi menurut Kahf
mendefinisikan kegiatan produksi dalam perspektif islam sebagai usaha manusia
untuk memperbaiki tidak hanya kondisi fisik materialnya, tetapi juga moralitas,
sebagai sarana untuk mencapai tujuan hidup sebagaimana digariskan dalam agama
islam, yaitu kebahagiaan dunia dan akhirat.
Dari dua pengertian
diatas produksi dimaksudkan untuk mewujudkan suatu barang dan jasa yang
digunakan tidak hanya untuk kebutuhan fisik tetapi juga untuk memenuhi
kebutuhan non fisik, dalam artian yang lain produksi dimaksudkan untuk
menciptakan mashlahah bukan hanya menciptakan materi.
Produksi adalah
menciptakan manfaat dan bukan menciptakan materi. Maksudnya adalah bahwa
manusia mengolah materi itu untuk mencukupi berbagai kebutuhannya, sehingga
materi itu mempunyai kemanfaatan. Apa yang bisa dilakukan manusia dalam
“memproduksi” tidak sampai pada merubah substansi benda. Yang dapat dilakukan
manusia berkisar pada misalnya mengambilnya dari tempat yang asli dan
mengeluarkan atau mengeksploitasi (ekstraktif).
Memindahkannya dari
tempat yang tidak membutuhkan ke tempat yang membutuhkannya, atau menjaganya
dengan cara menyimpan agar bisa dimanfaatkan di masa yang akan datang atau
mengolahnya dengan memasukkan bahan-bahan tertentu, menutupi kebutuhan
tertentu, atau mengubahnya dari satu bentuk menjadi bentuk yang lainnya dengan
melakukan sterilisasi, pemintalan, pengukiran, atau penggilingan, dan
sebagainya. Atau mencampurnya dengan cara tertentu agar menjadi sesuatu yang
baru.
Pada masa Rasulullah,
orang-orang biasa memproduksi barang, dan beliau pun mendiamkannya, sehingga,
diamnya beliau menunjukan adanya pengakuan beliau terhadap aktivitas
berproduksi mereka. Aspek produksi yang berorientasi pada jangka panjang adalah
sebuah paradigm berfikir yang didasarkan pada ajaran islam yang melihat,bahwa
proses produksi dapat menjangkau makna yang lebih luas, tidak hanya pencapaian
aspek yang bersifat materi keduniaan, tetapi sampai menembus batas cakrawala
yang bersifat keakhiratan.
C.
Etika Islam dalam Produksi
Jika kita bicara tentang nilai dan ahlak dalam
ekonomi dan muamalah, maka tampak secara jelas dihadapan kita empat nilai
utama,yaitu (1) rabbaniyah (2) akhlak (3) kemanusiaan dan (4) pertengahan.
Nilai –nilai ini menggambarkan kekhasan yang utama bagi ekonomi islam, bahkan
dalam kenyataanya merupakan kekhasan yang bersifat menyeluruh yang Nampak jelas
pada segala sesuatu yang berlandaskan ajaran islam. Makna dan nilai-nilai pokok
yang empat ini memiliki cabang, buah dan dampak bagi seluruh segi ekonomi dan muamalah
islamiyahdi bidang harta berupa produksi, konsumsi, sirkulasi,dan distribusi.
Raafik Isa Beekun dalam bukunya menyebutkan, paling
tidak ada sejumlah parameter kunci system etika islam yang dapat dirangkum,
seperti: (a) berbagai tindakan ataupun keputusan disebut etis bergantung niat
individu yang melakukannya. Allah maha kuasa mengetahui apapun niat kita
sepenuhnya secara sempurna; (b) niat baik diikuti tindakan yang baik dan
dihitung sebagai ibadah. Niat yang halal tidak dapat mengubah tindakan yang
haramm menjadi halal (c) islam memberikan kebebasan kepada individu untuk
percaya dan bertindak berdasakan apapun keinginannya; (d) percaya kepada allah
member individu kebebasan sepenuhnya dari hal apapun kecuali Alah; (e)
keputusan yang menguntungkan kelompok mayoritas ataupun minoritas secara
langsung bersifat etis dalam dirinya; (f) islam mempergunakan pendekatan
terbuka terhadap etika, bukan sebagai sistem tertutup, dan berorientasi diri
sendiri. Egoism tidak mendapat tempat dalam ajaran Islam; (g) keputusan etis
harus didasarkan pada pembacaan secara bersama antara al-qur’an dan alam
semesta; (h) tidak seperti system etika yang diyakini banyak agama lain, islam
mendorong umat manusia untuk melaksanakan tazkiyah melalui partisipasi aktip
dalam kehidupan ini. Dengan berprilaku secara etis di tengah godaan ujian
dunia, kaum muslim harus mampu membuktikan ketaatannya kepada Allah.[3]
D. Nilai Dan Moral Dalam Produksi
Sebagian penulis system
ekonomi islam mengatakan bahwa sesungguhnya islam memusatkan perhatiannya pada
pendistribusian harta, bukan pada produksi dan perkembangannya. Ekonomi islam
menekannkan pada pembagian kekayaan secara adil dan tidak memiliki hubungan
sama sekali. Jika yang dimaksud dengan produksi adalah cara dan alat serta metode,maka pernyataan ini bisa diterima.
akan tetapi jika berkaitan dengan tujuan, niai dan aturan berproduksi, maka
tidak diragukan lagi bahwa pemahaman ini adalah keliru. Karena itu masalah ini
harus dijelaskan agar difahami rambu-rambunya.[4]
Nilai dan norma dalam
berproduksi, sejak dari kegiatan mengorganisasi factor produksi, proses produksi hingga pemasaran dan
pelayanan kepada konsumen , semuanya harus mengikuti moralitas islam. Metwally
(1992) mengatakan bahwa perbedaan dari perusahaan-perusahaan non islami tak
hanya pada tujuannya, tetapi juga pada kebijakan- kebijakan ekonomi dan
stragtegi pasarnya. Produksi barang dan jasa yang dapat merusak moralitas dan
menjauhkan manusia dari nilai-nilai religious tidak akan diperbolehkan.
Terdapat lima jenis kebutuhan yang dipandang bermanfaat untuk mendapat falah,
yaitu: 1. Kehidupan, 2. Harta 3. Kebenaran 4. Ilmu pengetahuan 5. Kelangsungan
keturunan. Selain itu, Islam juga mengajarkan adanya skala
prioritas(dharuriyah,hajjiyah,dan tahsiniyah) dalam pemenuhan kebutuhan
konsumsi serta melarang sikap berlebihan. Larangan ini juga berlaku bagi segala
mata rantai dalam produksinya. jika kita renungkan didalam al-quran, maka kita
akana mendapatkan bahwa allah menganjurkan kepada kita untuk menggunakan sumber
kekayaan alam. Yusuf Qardawi paling tidak membagi pembahasan mengenai norma
menjadi beberapa pembahasan yaitu: (1). Hewan (2) tumbuh-tumbuhan (3) kekayaan
laut (4) kekayaan tambang (5) matahari dan bulan. Semua itu diciptakan untuk
diambil manfaatnya oleh umat manusia.[5]
E.
Faktor Produksi
Faktor-faktor produksi
merupakan instrumen kegiatan produksi yang disediakan alam atau diciptakan
manusia untuk dipergunakan dalam memproduksi barang dan jasa. Faktor produksi
disebut masukan yang secara umum terbagi dua yaitu faktor produksi yang
tersedia secara asali dan faktor produksi yang diciptakan manusia.
Ketersediaan faktor
produksi tidak sama dalam setiap wilayah. Hal ini menimbulkan kesenjangan
ekonomi, dan kemiskinan yang akan menghantui negara dengan sumber daya alam berlimpah,
tetapi belum bermanfaat. Pembahasan faktor produksi dalam Islam sangat variatif
karena al-Qur’an dan as-Sunnah tidak menyajikannya secara eksplisit.
Dengan melihat
perkembangan kegiatan produksi yang semakin kompleks maka pembahasan ini
mengkategorikan faktor produksi dalam empat kriteria yaitu sumber daya alam,
sumber daya manusia, modal, dan institusi. Maksud kategorisasi adalah
ketersalinggantungan antar faktor produksi. Misalnya wilayah dengan sumber daya
alam potensial belum tentu mampu mengelola kekayaannya jika tidak memiliki
modal finansial. Juga kalau keberadaan institusi tidak mampu mengelola dan
mendistribusikan.
Sumber daya alam
disediakan bagi umat manusia harus mampu difungksikan secara maksimal agar
berguna. Dalam kegiatan produksi Islam, keberadaan faktor produksi di atas
karena keagungan statusnya sebagai hamba Allah dan khalifah-Nya di muka bumi.
Sebagai salah satu faktor produksi, sumber daya alam menyediakan instrumen bagi
manusia untuk meningkatkan kapasitas produksinya. Di samping itu, kekayaan alam
memberikan pengajaran tentang kebesaran Allah swt dan kewajiban manusia untuk
memanfaatkan dan mengalokasikannya secara adil.
Suruhan moral dalam
memperlakukan sumber daya alam adalah Memakmurkan sumber daya alam. Memakmurkan
sumber daya alam merupakan kewajiban manusia (QS. Hud: 61).
Larangan untuk merusak sumber daya alam.
Larangan merusak sumber daya alam sebagai sumber kehidupan disebutkan Allah
dalam QS. Al-Qashash ayat 77.
Begitu juga dengan
sumber daya manusia yang dituntut untuk meningkatkan kapasitas dan kemampuannya
dalam pekerjaan. Dengan demikian, pemilihan tenaga kerja yang handal
dan profesional menjadi kriteria utama. Fazlur Rahman menyebutkan klasifikasi
ini, yaitu: Berdasarkan keahlian dan
ketrampilannya. Islam menjunjung tinggi nilai kerja dan output maksimal,
sehingga kaum muslimin dituntut untuk belajar dan menekuni berbagai keahlian
dan ketrampilan Kesehatan fisik dan moral. Kekuatan fisik dan kejujuran
merupakan kriteria pekerja yang handal dalam Islam.Akal pikiran yang baik. Akal
pikiran yang baik (good personality) dibutuhkan untuk menggagas, inovasi,
menilai mekanisme, dan hasil kerja dalam pekerjaan.Pendidikan dan pelatihan.
Meningkatkan kualitas kerja secara kolektif dilakukan dengan serangkaian
program pendidikan dan pelatihan.[6]
Suruhan moral dalam
mendayagunakan potensi sumber daya manusia dalam Islam adalah: Manusia menjadi
faktor penting kegiatan produksi. Keberadaannya selain sebagai produsen juga
menjadi penikmat hasil produksi.
Aktualisasi kemampuan dan keahlan manusia
dalam kegiatan produksi sangat penting karena statusnya sebagai pengelola
sumber daya ekonomi yang disebutkan al-Qur’an sebagai ‘abd dan khalifah fi
al-ardh.
Senantiasa memperbaharui dan meningkatkan
kemampuannya untuk beradaptasi dengan lingkungan sosial.Masyarakat Islam
berkerja sama meningkatkan kapasitas dan etos kerja manusinya dalam rangka
meningkatkan taraf kehidupan.
Modal berkaitan dengan
alat produksi yang dibutuhkan untuk membantu memproduksi barang dan jasa yang
lain. Modal biasanya dibagi menjadi modal tetap dan modal gerak. Islam melihat
modal yang dimiliki seseorang merupakan pendapatan individu atau masyarakat di
luar pengeluarannya. Jika modal dimiliki masyarakat maka berkaitan dengan harta
benda yang bernilai dan dimiliki secara kolektif. Adapun modal individu adalah
harta yang dimiliki seseorang dengan harapan memberikan penghasilan dan nilai
tambah.
Ada beberapa mekanisme
untuk mengakumulasi modal bagi masyarakat Islam, 1). Zakat, 2). Transaksi
mudharabah, 3). Kemitraan musyarakah, 4). Transaksi ijarah, 5). Transaksi
murabahah, 6). Transaksi istishna, 7). Qardhul hasan, 8). Transaksi muzara’ah,
dan 10). Pasar modal syaria’ah.
Suruhan moral dalam
mencari dan mendayagunakan modal dalam Islam, sebagai berikut:
Ø
Sebagai faktor produksi, keberadaan modal harus
halal dan baik di mana cara perolehan dan penggunaannya mengikuti nilai-nilai
syariat Islam
Ø
Islam mengenal distribusi modal melalui jalur kerja
sama antara masyarakat Islam baik dalam kegiatan bisnis, pertanian, perdagangan,
dan sebagainya.
Ø
Modal finansial dapat diakumulasikan melalui lembaga
keuangan dan instrumen zakat dalam rangka menggali potensial ekonomi
masyarakat.
Sebagai faktor penting
dalam produksi, institusi berfungsi sebagai wadah kerja sama untuk menghasilkan
barang kebutuhan, memobilisir pertumbuhan ekonomi masyarakat dan peningkatan
kualitas hidup manusia. Pengembangannya tidak terlepas dari sistem managerial
internal dan output-nya dalam konteks sosial kemasyarakatan. Output institusi
adalah kebutuhan sosial yang sesuai dengan tujuannya berdasarkan kriteria etika
dan moral organisasi. Atas dasar itu, institusi dalam Islam memilliki ciri,
sebagai berikut.
Ø
Kekuatan yang menggerakkannya adalah kerja sama di
mana investasi dan akumulasi modal berdasarkan persekutuan usaha. Basis
kegiatan produksi didasarkan pada ekuitas bukan pinjaman.
Ø
Memperhatikan faktor manusia sebagai human capital.
Institusi dalam Islam merupakan manifestasi keinginan bersma untuk
mengaktualisasikan dirinya secara kolektif dengan tujuan syariah.
Ø
Menekankan integritas moral dalam operasional
institusi.
Ø
Menekankan peningkatan kualitas sumber daya manusia
sejalan dengan maksimalisasi profit dan benefit.
Ø
Suruhan moral memaksimalkan potensi institusi dalam
Islam, sebagai berikut:
Ø
Suruhan bekerja sama dalam manajemen yang rapi dan
profesional serta dalam mekanisme kemitraan institusi untuk saling meningkatkan
kapasitas personalnya.
Ø
Institusi dalam Islam memiliki tanggung jawab
pengabdian pada Tuhan dengan menggungkan status dan keluhuran martabat manusia
dalam mengimplementasikan visi, misi dan program institusi tersebut.
Ø
Institusi memiliki tanggung jawab sosial terhadap
masyarakat untuk memajukan dan mencerdaskan masyarakat tersebut[7]
F. Tujuan Produksi
Tujuan Produksi Dalam konsep ekonomi konvensional
(kapitalis) produksi dimaksudkan untuk memperoleh laba sebesar besarnya,
berbeda dengan tujuan produksi dalam ekonomi islam, tujuan produksi dalam islam
yaitu memberikan Mashlahah yang maksimum bagi konsumen. Di samping itu, menurut
Islam tujuan produksi secara umum adalah untuk mencapai fallah (kebahagiaan,
kesejahteraan) hakiki yaitu: 1. Memenuhi kewajiban sebagai khalifah di bumi,
beribadah kepada Allah dan untuk menjalankan fungsi sosial. 2. Untuk memenuhi
kebutuhan hidup pribadi dan keluarga. 3. Sarana untuk memenuhi kebutuhan
masyarakat akan barang dan jasa secara umum. 4. Sebagai persediaan untuk
generasi yang akan datang. Walaupun dalam ekonomi islam tujuan utamannya adalah
memaksimalkan mashlahah, memperoleh laba tidaklah dilarang selama berada dalam
bingkai tujuan dan hukum islam.
Dalam konsep mashlahah dirumuskan dengan keuntungan
ditambah dengan berkah. Keuntungan bagi seorang produsen biasannya adalah laba
(profit), yang diperoleh setelah dikurangi oleh faktor-faktor produksi.
Sedangkan berkah berwujud segala hal yang memberikan kebaikan dan manfaat bagi
produsen sendiri dan manusia secara keseluruhan. Keberkahan ini dapat dicapai
jika produsen menerapkan prinsip dan nilai islam dalam kegiatan produksinnya.
Dalam upaya mencari berkah dalam jangka pendek akan menurunkan keuntungan
(karena adannya biaya berkah), tetapi dalam jangka panjang kemungkinan justru
akan meningkatkan keuntungan, kerena meningkatnya permintaan . Berkah merupakan
komponen penting dalam mashlahah.
Oleh karena
itu, bagaimanapun dan seperti apapun pengklasifikasiannya, berkah harus
dimasukkan dalam input produksi, sebab berkah mempunyai nyata dalam membentuk
output. Berkah yang dimasukkan dalam input produksi meliputi bahan baku yang
dipergunakan untuk proses produksi harus memiliki kebaikan dan manfaat baik
dimasa sekarang maupun dimasa mendatang. Penggunaan bahan baku yang ilegal
(tanpa izin) baik itu dari hasil illegal logging, maupun penggunaan bahan baku
yang tanpa batas dalam penggunaannya dalam jangka waktu pendek mungkin akan
memiliki nilai manfaat yang baik(pendistribusian baik), tetapi dalam jangka
waktu panjang akan menimbulkan masalah. Sebagai contoh penggunaan bahan baku
dari ilegal logging dalam jangka panjang akan menimbulkan berbagai bencana, dan
akan memberikan nilai mudharat kepada para penerus atau generasi selanjutnya.
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Produksi adalah
menciptakan manfaat dan bukan menciptakan materi. Maksudnya adalah bahwa
manusia mengolah materi itu untuk mencukupi berbagai kebutuhannya, sehingga
materi itu mempunyai kemanfaatan. Apa yang bisa dilakukan manusia dalam
“memproduksi” tidak sampai pada merubah substansi benda. Yang dapat dilakukan
manusia berkisar pada misalnya mengambilnya dari tempat yang asli dan
mengeluarkan atau mengeksploitasi (ekstraktif).
Faktor-faktor produksi
merupakan instrumen kegiatan produksi yang disediakan alam atau diciptakan
manusia untuk dipergunakan dalam memproduksi barang dan jasa. Faktor produksi
disebut masukan yang secara umum terbagi dua yaitu faktor produksi yang
tersedia secara asali dan faktor produksi yang diciptakan manusia.
Dalam konsep ekonomi
konvensional (kapitalis) produksi dimaksudkan untuk memperoleh laba sebesar
besarnya, berbeda dengan tujuan produksi dalam ekonomi konvensional, tujuan
produksi dalam islam yaitu memberikan Mashlahah yang maksimum bagi konsumen.
Walaupun dalam ekonomi
islam tujuan utamannya adalah memaksimalkan mashlahah, memperoleh laba tidaklah
dilarang selama berada dalam bingkai tujuan dan hukum islam. Dalam konsep
mashlahah dirumuskan dengan keuntungan ditambah dengan berkah.
B. Daftar Pustaka
Qardawi, Yusuf,
Peran Nilai dan Moral dalam Perekonomian Islam, Rabbani Pers
Qardawi, Yusuf,
Norma dan Etika Ekonomi Islam,Gema Insani Pers, Jakarta 1997,
Rivai, Veithzal,
dkk, Islamic Business and Economic Ethics, Bumi Aksara, Jakarta 2012
[1] Islamic Business and Economic Ethics, Prof. Dr.H. Veithzal Rivai,
SE.,M.M M.B.A,dkk, Bumi Aksara, hal 276
[2] Ibid hal 278
[3] Ibid hal: 280
[4] Peran nilai dan Moral dalam Perekonomian Islam, DR. Yusuf Qardawi,
Rabbani Pers hal,135.
[5] Islamic Business and Economic Ethics, Prof. Dr.H. Veithzal Rivai,
SE.,M.M M.B.A,dkk. Bumi Aksara, hal 282
[6] www.google/search.faktor_produksi.
[7] Ibid
silahkan copas buat referensi kalian.......
ReplyDelete